Kamis, 26 April 2012

MAKALAH ULUM AL-QUR'AN "FAWATIH AL-SUWARI"


BAB I
PENDAHULUAN
I.1        Latar Belakang
Studi atas Al-Quran telah banyak dilakukan oleh para ulama dan sarjana tempo dulu, termasuk para sahabat di zaman Rasulullah saw. Hal itu tidak lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki oleh mereka masing-masing. Ada yang mencoba mengelaborasi dan melakukan eksplorasi lewat perspektif keimananm historis, bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatan penafsiran serta telaah kepada huruf-hurufnya.
Kondisi semacam itu bukan hanya merupakan artikulasi tanggung jawab seorang Muslim untuk memahami bahasa-bahasa agamanya. Tetapi sudah berkembang kepada nuansa lain yang menitikberatkan kepada studi yang bersifat ilmiah yang memberikan kontribusi dalam perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Kalangan sarjana Barat banyak yang melibatkan diri dalam pengkajian Al-Quran, dengan motivasi dan latar belakang kultural maupun intelektual yang berbeda-beda.
Al-Quran sebagai diketahui terdiri dari 114 surat, yang di awali dengan beberapa macam pembukaan (Fawatih Al-Suwar), di antara macam pembuka surat yang tetap aktual pembahasannya hingga sekarang ini huruf muqatha’ah. Menurut Watt, huruf-huruf yang terdiri dari huruf-huruf alphabet (hijaiyah) ini, selain mandiri juga mengadung banyak misterius, karena sampai saat ini belum ada pendapat yang dapat menjelaskan masalah itu secara memuaskan.
I.2        Rumusan Masalah
1.   Definisi dan Macam-Macam Fawatih Al-Suwari.
2.   Bagaimana Kedudukan Pembuka Surat didalam Al-Qur’an.
3.   Bagaimana Pendapat Para Ulama Tentang Huruf Hijaiyah Didalam Pembuka Surat.
4.   Apa Makna Dari Fawatih Al-Suwari Di Dalam Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1            Definisi Fawatih Al-Suwari
Dari segi bahasa, Fawatihus Suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks pada suatu surat. Apabila dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah, huruf cenderung ‘menyendiri’ dan tidak bergabung membentuk suatu kalimat secara kebahasaan. Dari segi pembacaannya pun, tidaklah berbeda dari lafazh yang diucapkan pada huruf hijaiyah.
Ibnu Abi Al Asba’ menulis sebuah kitab yang secara mendalam membahas tentang bab ini, yaitu kitab Al-Khaqathir Al-Sawanih fi Asrar Al-Fawatih. Ia mencoba menggambarkan tentang beberapa kategori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam Al-Quran. Pembagian karakter pembukaannya adalah sebagai berikut. Pertama, pujian terhadap Allah swt yang dinisbahkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Kedua, yang menggunakan huruf-huruf hijaiyah; terdapat pada 29 surat. ketiga, dengan mempergunakan kata seru (ahrufun nida), terdapat dalam sepuluh surat. lima seruan ditujukan kepada Rasul secara khusus. Dan lima yang lain ditujukan kepada umat. Keempat, kalimat berita (jumlah khabariyah); terdapat dalam 23 surat. kelima, dalam bentuk sumpah (Al-Aqsam); terdapat dalam 15 surat.
Pembuka-pembuka surat (fawatih suwari) disebut didalam Al-Qur’an terdapat lima macam bentuk yaitu sebagai berikut.[1]
a.       Ada yang hanya terdiri dari satu huruf, ini terdapat pada tiga surat: Shad, Qaf, dan Al-Qalam.
b.      Ada yang terdiri dari dua huruf. Ini terdapat pada sepuluh surat. Tujuh diantaranya hawaamim, karena surat-surat ini dimulai dengan huruf ha dan mim. Yaitu surat 40 hingga surat 46 yakni surat Ghafir, Fushshilat, Asy Syura, Az Zukhruf, Al Jatsiah dan Al Ahqaf, sedang surat yang ke-46 digabungkan kepada ha mim, yaitu padanya terdapat ‘ain, sin qaf. Surat yang kedelapan dari yang kesepuluh ini ialah tha ha (surat yang ke-20).
c.       Ada yang terdiri dari tiga huruf . ini terdapat pada tiga belas surat. Enam surat diawali dengan Alif Lam Mim, yaitu surat-surat Albaqarah, Ali Imran, Al Ankabut, Ar Rum, Luqman, dan As Sajdah.
d.      Ada yang dimulai dengan empat huruf yaitu surat: Al A’raf dan Ar Ra’d. Surat Al A’raf dimulai dengan Alif Lam Mim, dan surat Ar Ra’d dimulai dengan Alif Lam Mim Ra.
e.       Ada yang terdiri dari lima huruf. Ini terdapat pada satu surat saja, yaitu surat Maryam. Surat  ini dimulai dengan Kaf Ha Ya ‘Ain Shad.

II.2      Kedudukan Pembuka Surat Al-Qur’an
Menurut As-Suyuti, pembukaan-pembukaan surat (awail Al-suwar) atau huruf-huruf potongan (Al-huruf Al-Muqatta’ah) ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat.[2] Sebagai ayat-ayat mutasyabihat, para ulama berbeda pendapat lagi dalam memahami dan menafsirkannya. Dalam hal ini pendapat para ulama pada pokoknya terbagi dua. Pertama, pertama ulama yang memahaminya sebagai rahasia yang hanya diketahui oleh Allah. As-Suyuti memandang pendapat ini sebagai pendapat yang mukhtar (terpilih). Ibnu Al-Munzir meriwayatkan bahwa ketika Al-Syabi ditanya tentang pembukaan-pembukaan surat ini berkata;
ان لكل كتاب صفوة وصفوة هذا الكتاب حرزف التهجي
Artinya:
Sesungguhnya bagi setiap kitab ada sari patinya, dan sari pati Kitab (Al-Quran) ini adalah huruf-huruf ejaannya”.


Abu Bakar juga diriwayatkan pernah berkata:
في كل كتاب سر وسره في القران اوائل السور
Artinya:
Pada setiap kitab ada rahasia, dan rahasianya dalam Al-Quran adalah permulaan-permulaan suratnya”.
Kedua, pendapat yang memandang huruf-huruf di awal surat-surat ini sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian yang dapat dipahami oleh manusia. Karena itu penganut pendapat ini memberikan pengertian dan penafsiran kepada huruf-huruf tersebut.
Dengan keterangan di atas, jelas bahwa pembukaan-pembukaan surat ada 29 macam yang terdiri dari tiga belas bentuk. Huruf yang paliang banyak terdapat dalam pembukaan-pembukaan ini adalah huruf Alif (ا) dan lam (ل), kemudian Mim (م), dan seterusnya secara berurutan huruf Ha (ح), Ra (ر), Sin (س) Ta (ط), Sad (ص), Ha (ه), dan Ya’ (ي), ‘Ain (ع) dan Qaf (ق), dan akhirnya Kaf (ك), dan Nun (ن).
Seluruh huruf yang terdapat dalam pembukaan-pembukaan surat ini dengan tanpa berulang berjumlah 14 huruf atau separuh dari jumlah keseluruhan huruf ejaan. Karena itu, para mufassir berkata bahwa pembukaan-pembukaan ini disebutkan untuk menunjukkan kepada bangsa Arab akan kelemahan mereka. Meskipun Al-Quran tersusun dari huruf-huruf ejaan yang mereka kenal, sebagiannya datang dalam AlQur’an dalam bentuk satu huruf saja dan lainnya dalam bentuk yang tersusun dari beberapa huruf, namun mereka tidak mampu membuat kitab yang dapat menandinginya. Pendapat ini telah dijelaskan secara panjang lebar oleh Al-Zamakhsari (wafat 538 H) dan Al-Baidhawi (wafat 728 H). pendapat ini dikuatkan oleh Ibn Taimiyah (wafat 728 H) dan muridnya, Al-Mizzi (wafat 742 H). Mereka menguraikan tantangan Al-Quran di turunkan dalam bahasa Mereka sendiri. Akan tetapi, mereka tidak mampu membuat kitab yang menyerupainya. Hal ini menunjukkan kelemahan mereka di hadapan Al-Quran dan membuat mereka tertarik untuk mempelajarinya.

Berikut ini dikemukakan beberapa riwayat dan pendapat para ulama:
  1. Dari Ibn Abbas tentang firman Allah: (الم), berkata Ibn Abbas:Aku Allah lebih mengetahui”, tentang (المص) berkata Ibn Abbas:” Aku Allah akan memperinci”, dan tentang (الر) berkata Ibn Abbas: “Aku Allah melihat”. (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim dari jalan Abu Al-Duha).
  2. “Dari Ibn Abbas, berkata ia: “alif lam ra, ha’mim, dan nun adalah huruf-huruf al-Rahman yang dipisahkan (dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim dari jalan Ikrimah)”.
  3. “Dari Ibn Abbas tentang Kaf, Ha’, Ya’ Ain, Sad, berkata ia: “Kaf dari Karim (pemurah). Ha dari Hadin (pemberi petunjuk), Ya, dari Hakim (bijaksana), ‘Ain dari ‘Alim (Maha Mengetahui), dan Sad dari Sadiq (yang benar). (Dikeluarkan oleh Al-Hakim dan lainnya dari jalan Sa’id Ibn Jubair)
  4. “Dari Salim Abd Ibn Abdillah berkata ia: (حم، الم) dan (ن) dan seumpamanya adalah nama Allah yang dipotong-potong”, (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim).
  5. Dari Al-Saddiy, ia berkata: “Pembukaan-pembukaan surat adalah nama dari nama-nama Tuhan Jalla Jalaluh yang dipisah-pisah dalam Al-Quran”. (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim).
  6. “Dari Ibn Abbas, berkata ia: (ص، طسم، الم) dan yang seumpamanya adalah sumpah yang Allah bersumpah dengannya, dan merupakan nama-nama Allah juga”.
(Dikeluarkan oleh Ibn Jarir dan lainya dari jalan Ali Ibn Abi Talhah).
Ada pendapat mengatakan bahwa huruf-huruf itu adalah nama-nama bagi Al-Quran, seperti Al-Furqan dan Al-Zikir. Pendapat lain mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut adalah pembuka bagi surat-surat Al-Quran sebagaimana hanya qasidah sering diawali dengan kata (بل) dan (لا).
Dikatakan juga huruf-huruf ini merupakan peringatan-peringatan (tanbihat) sebagaimana halnya dalam panggilan (nida). Akan tetapi, di sini tidak digunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bahasa Arab, seperti (ألا) dan (أما) karena kata-kata ini termasuk lafal yang sudah biasa dipakai dalam percakapan. Sedangkan al-Quran adalah kalam yang tidak sama dengan kalam yang biasa sehingga digunakan alif.
Sebagai peringatan (tanbih) lebih terkesan kepada pendengar. Yang belum pernah digunakan sama sekali sehingga lebih terkesan kepada pendengar.
Dalam hubungan ini sebagian ulam memandangnya peringatan (tanbih) kepada rasul agar dalam waktu-waktu kesibukannya dengan urusan manusia berpaling kepada Jibril untuk mendengarkan ayat-ayat yang akan disampaikan kepadanya. Sebagian yang lain memandangnya sebagai peringatan (tanbih) kepada orang-orang Arab agar mereka tertarik mendengarkannya dan hati mereka menjadi lunak kepadanya. Tampaknya, pandangan yang pertama kurang tepat karena Rasul sebagai utusan Allah dan yang terus-menerus merindukan wahyu tidak perlu diberi peringatan. Sedangkan pandangan yang kedua adalah lebih kuat karena orang-orang Arab yang selalu bertingkah, keras hati dan enggan mendengarkan ketenaran perlu diberi peringatan (tanbih) agar perhatian mereka tertuju kepada ayat-ayat yang disampaikan.
Di katakana juga bahwa Thaha (طه) dan Yasin (يس) berarti hai laki-laki atau hai Muhammad atau hai manusia. Pendapat lain memandang kedua Thaha (طه) dan Yasin (يس) sebagai nama bagi Nabi Saw.
Kemudian ada yang menafsirkan tentang makna yasin yaitu Allah mengisyaratkan bahwa sesudah huruf tersebut akan dikemukakan hal-hla penting antara lain : Allah bersumpah dengan Al-Qur’an bahwa Muhammad SAW. Benar-benar seorang Rasul yang di utus oleh Allah kepada kaum yang belum pernah diutus rasul-rasul kepada mereka. Diantara isi tersebut adalah bukti-bukti adanya hari kebangkitan, Al-Qur’an bukanlah Sya’ir. Surga dan sifatnya disedikan untuk orang-orang mu’min, dan masih banyak lagi tentang kandungan dari surat Yasin itu sendiri.[3]



II.3      Pendapat Para Ulama Tentang Makna Fawatih Al Suwari
            Para Ulama yang membicarakan masalah ini ada yang berani menafsirkannya, dimana huruf-huruf itu adalah rahasia yang hanya Allah yang mengetahui-Nya.
  1. Az-Zamarksyari berkata dalam tafsirnya “Al-Qasysyaf” huruf-huruf ini ada beberapa pendapat yaitu:
    1. Merupakan nama surat
    2. Sumpah Allah
    3. Supaya menarik perhatian orang yang mendengarkannya.
  2. As-Sayuti menukilkan pendapat Ibnu Abbas tentang huruf tersebut sebagai berikut:
(الم) berarti (انا الله اعلم), (المص) berarti (انا الله اعلم و افصل), (الر) berarti (انا الله اري), (كهيعص) diambil dari (كريم – هاد – حكيم – عليم - صادق) juga berarti (كان – هاد – تمين – عالم - صادق) Adh Dhahak berpendapat bahwa (الر) ialah: اناالله اعلم وارفع
dikatakan pendapat hanyalah dugaan belaka. Kemudian As-Suyuti menerangkan bahwa hal itu merupakan rahasia yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya.
  1. al-Quwaibi mengatakan bahwasanya kalimat itu merupakan tanbih bagi Nabi, mungkin pada suatu saat Nabi dalam keadaan sibuk, maka Allah menyuruh Jibril untuk memberikan perhatian terhadap apa yang disampaikan kepadanya.
  2. As-Sayid Rasyid Ridha tidak membenarkan Al-Quwaibi di atas, karena Nabi senantiasa dalam keadaan sadar dan senantiasa menanti kedatangan wahyu.
Rasyid Ridha berpendapat sesuai dengan Ar-Razi, bahwa tanbih ini sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang Musyrik Mekkah dan Ahli Kitab Madinah. Karena orang-orang kafir apabila Nabi membacakan Al-Quran mereka satu sama lain menganjurkan untuk tidak mendengarkannya.


Disebutkan dalam surat Fusilat ayat 26, yang artinya sebagai berikut:
 Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran Ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka". (QS. Fusyilat: 26)
  1. Ulama salaf berpendapat bahwa “Fawatih Suwar” telah disusun semenjak zaman azali sedemikian rupa supaya melengkapi segala yang melemahkan manusia dari mendatangkannya seperti Al-Quran.
Oleh karena I’tiqad bahwa huruf-huruf ini telah sedemikian dari azalinya, maka banyaklah orang yang tidak berani menafsirkannya dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap huruf-huruf tersebut. Huruf-huruf ini dipandang masuk golongan mutasyabihat yang hanya Allah sendri yang mengetahui-Nya.[4]
Huruf-huruf itu, sebagai yang pernah ditegaskan oleh Asy-Syabi, ialah rahasia dari pada Al-Quran ini.
Ali bin Abi Thalib pernah berkata:
Sesungguhnya bagi tiap-tiap Kitab ada saripatinya. Saripati Al-Quran ini ialah, huruf-huruf Hijaiyah”.
Abu Bakar As-Shiddieqi pernah berkata:
Di tiap-tiap kitab ada rahasianya. Rahasianya dalam Al-Quran ialah permulaan-permulaan surat”.
Dalam hal ini Prof. Hasbi As-Shiddieqi menegaskan bahwa dibolehkannya mentakwilkan huruf-huruf tersebut asal tidak menyalahi penetapan Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam pada itu yang lebih baik kita serahkan saja kepada Allah.



II.4      Sebaik-baik Makna Fawatih Al-Suwari
            Disamping itu, ada lagi golongan-golongan yang ingin memasuki rumah dari pintunya sendiri. Dan inginmenjadi prang yang lebih tegas pendapatna dan lebih jelas tafsirannya dalam menerangkan maksud dari Fawatih Suwari ini.
            Mereka memperhatikan bahwa sebagian surat-surat Al-Qur’an dimulai dengan huruf-huruf ini, sebagaimana qasidah-qasidah dimulai dengan La ndan Bal. maka pada mula-mulanya mereka mengatakan bahwa huruf-huruf ini adalah pemuka surat yang Allah sendiri menetapkannya.  Pendapat ini adalah pendapat mujahid. Kemudian pendapat ini beralih kepada bidang yang luas, yaitu di ketika pembuka surat ini dipandang tanbihat, atau adat-adat tanbiat supaya lebih dapat mengetuk hati para pendengar.
            Al Khuwaiby mengatakan bahwasanya, kata-kata ini merupakan tanbih bagi Nabi. Mungkin pada suatu waktu Nabi berada dalam keadaan sibuk, maka Allah menyuruh kepada Jibril, diwaktu jibril turun kepada Nabi, supaya mengatakan Aif Lam Mim, supaya Nabi lebih dahulu mendengar suara itu, lalu Nabi memberikan perhatian kepada apa yang apa yang disampaikan kepadanya.
            Rasyid Ridha, Penyusun Tafsir Al Manar, memandang jauh dari kebenaran apa yang dikemukakan oleh Al Khuwaiby ini, beliau mengatakan bahwasanya Nabi selalu dalam keadaan sadar dan siap menanti kedatangan wahyu.
            Beliau berpendapat, bahwasanya tanbih ini, sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang Musyrik di Makkah, kemudia kepada ahli kitab di Madinah.
Dan mereka satu sama lain, menganjurkan supaya tidak mendengar Al-Qur’an diwaktu Nabi membacanya, Allah pun berkehendak untuk menaraik perhatian mereka dan mendatangkan kepada mereka sesuatu yang mereka tidak ketahui yang menyebabkan mereka diam dan mendengar apa yang dibacakan. Yaitu menurunkan Al-Qur’an dengan memulai surat-suratnya dengan huruf-huruf ini. Maka apabila mereka mendengar huruf-huruf itu, mereka merasa heran dan menyuruh teman-temannya untuk mendengarkan apa yang akan dibacakan oleh Nabi. sesudah mereka memberikan perhatian, barulah dibacakan ayat-ayat selanjutnya. Dengan demikian, mereka dapat mengambil manfaat dari pa yang mereka dengar.
Makna ini telah dibayangkan oleh Az Zarkasyi dalam Al Burham, oleh As Suyuthy dalam Al Itqan dan jauh lebih dahulu oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir dalam tafsir-tafsirnya.[5]
Dan karena suatu kepentingan, dimulailah surat-surat yang diawali dengan huruf-huruf potongan dengan menyebut Al Kitab atau beberapa makna yang berhubungan dengan wahyu dan Nubuwah. Seperti dalam surat Maryam, Al Ankabut, Ar Rum, dan An Anun. Dan telah kita ketahui bahwasanya surat-surat ini adalahsurat-surat Makkiyah, selain Al Baqarah dan Ali Imran.
Surat-surat Makkiyah diturunkan untuk mengajak orang-orang Musyrik untuk mengakui kenabian dan wahyu.


BAB III
PENUTUP

III.1     Kesimpulan
Dari segi bahasa, fawatihus suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks pada suatu surat. Apabila dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah, huruf cenderung ‘menyendiri’ dan tidak bergabung membentuk suatu kalimat secara kebahasaan. Dari segi pembacaannya pun, tidaklah berbeda dari lafazh yang diucapkan pada huruf hijaiyah.
Ibnu Abi Al Asba’ menulis sebuah kitab yang secara mendalam membahas tentang bab ini, yaitu kitab Al-Khaqathir Al-Sawanih fi Asrar Al-Fawatih. Ia mencoba menggambarkan tentang beberapa kategori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam Al-Quran.
Pembagian karakter pembukaannya adalah sebagai berikut. Pertama, pujian terhadap Allah swt yang dinisbahkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Kedua, yang menggunakan huruf-huruf hijaiyah; terdapat pada 29 surat. ketiga, dengan mempergunakan kata seru (ahrufun nida), terdapat dalam sepuluh surat. lima seruan ditujukan kepada Rasul secara khusus. Dan lima yang lain ditujukan kepada umat. Keempat, kalimat be rita (jumlah khabariyah); terdapat dalam 23 surat. kelima, dalam bentuk sumpah (Al-Aqsam); terdapat dalam 15 surat.






DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002.
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Al Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qur’an, Jawa Tengah: Amzah, 2005.
Abu Syabah Muhammad Bin Muhammad. Studi Al-qur’an Al-karim, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002.



[1] Prof. Dr. Muhammad Hasbi  Ash Shiddeqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 125.
[2] Drs. H.Ahmad Syadali, M.A. dan Drs. H. Ahmad Rafi’I, Ulumul Qur’an I (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2006),  h. 186.

[3] Drs. Ahsin W. Al-Hafidz, M.A., Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jawa Tengah: Amzah, 2005), h. 312.
[4] , Drs. H.Ahmad Syadali, M.A. dan Drs. H. Ahmad Rafi’I, op. cit,  h. 197.
[5] Prof. Dr. Muhammad Hasbi  Ash Shiddeqy, op. cit, h. 135.

1 komentar:

  1. ini artikel tentang apa? ko pke background club bola yg identik dgn lambang syaiton (laknatulloh) ? bolehlah fanatisme, tp tolong di tempatkan yg sesuai, maaf sblumnya kalau kurang mngenakn,

    BalasHapus