BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Studi atas Al-Quran telah banyak dilakukan oleh para ulama
dan sarjana tempo dulu, termasuk para sahabat di zaman Rasulullah saw. Hal itu
tidak lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki oleh mereka masing-masing.
Ada yang mencoba mengelaborasi dan melakukan eksplorasi lewat perspektif
keimananm historis, bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatan
penafsiran serta telaah kepada huruf-hurufnya.
Kondisi semacam itu bukan hanya merupakan artikulasi
tanggung jawab seorang Muslim untuk memahami bahasa-bahasa agamanya. Tetapi
sudah berkembang kepada nuansa lain yang menitikberatkan kepada studi yang
bersifat ilmiah yang memberikan kontribusi dalam perkembangan pemikiran dalam
dunia Islam. Kalangan sarjana Barat banyak yang melibatkan diri dalam
pengkajian Al-Quran, dengan motivasi dan latar belakang kultural maupun
intelektual yang berbeda-beda.
Al-Quran sebagai diketahui terdiri dari 114 surat, yang di
awali dengan beberapa macam pembukaan (Fawatih Al-Suwar), di antara
macam pembuka surat yang tetap aktual pembahasannya hingga sekarang ini huruf
muqatha’ah. Menurut Watt, huruf-huruf yang terdiri dari huruf-huruf alphabet (hijaiyah)
ini, selain mandiri juga mengadung banyak misterius, karena sampai saat ini
belum ada pendapat yang dapat menjelaskan masalah itu secara memuaskan.
I.2 Rumusan Masalah
1. Definisi dan Macam-Macam Fawatih Al-Suwari.
2. Bagaimana Kedudukan Pembuka Surat didalam
Al-Qur’an.
3. Bagaimana Pendapat Para Ulama Tentang Huruf
Hijaiyah Didalam Pembuka Surat.
4. Apa Makna Dari Fawatih Al-Suwari Di Dalam
Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Fawatih Al-Suwari
Dari segi bahasa, Fawatihus Suwar berarti
pembukaan-pembukaan surat, karena posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks
pada suatu surat. Apabila dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah, huruf cenderung
‘menyendiri’ dan tidak bergabung membentuk suatu kalimat secara kebahasaan.
Dari segi pembacaannya pun, tidaklah berbeda dari lafazh yang diucapkan pada
huruf hijaiyah.
Ibnu Abi Al Asba’ menulis sebuah kitab yang secara mendalam
membahas tentang bab ini, yaitu kitab Al-Khaqathir Al-Sawanih fi Asrar
Al-Fawatih. Ia mencoba menggambarkan tentang beberapa kategori dari
pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam Al-Quran. Pembagian karakter pembukaannya
adalah sebagai berikut. Pertama, pujian terhadap Allah swt yang
dinisbahkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Kedua, yang
menggunakan huruf-huruf hijaiyah; terdapat pada 29 surat. ketiga, dengan
mempergunakan kata seru (ahrufun nida), terdapat dalam sepuluh surat.
lima seruan ditujukan kepada Rasul secara khusus. Dan lima yang lain ditujukan
kepada umat. Keempat, kalimat berita (jumlah khabariyah); terdapat dalam
23 surat. kelima, dalam bentuk sumpah (Al-Aqsam); terdapat dalam
15 surat.
Pembuka-pembuka surat (fawatih suwari) disebut
didalam Al-Qur’an terdapat lima macam bentuk yaitu sebagai berikut.[1]
a.
Ada
yang hanya terdiri dari satu huruf, ini terdapat pada tiga surat: Shad, Qaf,
dan Al-Qalam.
b.
Ada
yang terdiri dari dua huruf. Ini terdapat pada sepuluh surat. Tujuh diantaranya
hawaamim, karena surat-surat ini dimulai dengan huruf ha dan mim.
Yaitu surat 40 hingga surat 46 yakni surat Ghafir, Fushshilat, Asy Syura, Az
Zukhruf, Al Jatsiah dan Al Ahqaf, sedang surat yang ke-46 digabungkan kepada ha
mim, yaitu padanya terdapat ‘ain, sin qaf. Surat yang kedelapan dari
yang kesepuluh ini ialah tha ha (surat yang ke-20).
c.
Ada
yang terdiri dari tiga huruf . ini terdapat pada tiga belas surat. Enam surat
diawali dengan Alif Lam Mim, yaitu surat-surat Albaqarah, Ali Imran, Al
Ankabut, Ar Rum, Luqman, dan As Sajdah.
d.
Ada
yang dimulai dengan empat huruf yaitu surat: Al A’raf dan Ar Ra’d. Surat Al
A’raf dimulai dengan Alif Lam Mim, dan surat Ar Ra’d dimulai dengan Alif Lam
Mim Ra.
e.
Ada
yang terdiri dari lima huruf. Ini terdapat pada satu surat saja, yaitu surat
Maryam. Surat ini dimulai dengan Kaf Ha
Ya ‘Ain Shad.
II.2 Kedudukan Pembuka Surat Al-Qur’an
Menurut As-Suyuti, pembukaan-pembukaan surat (awail
Al-suwar) atau huruf-huruf potongan (Al-huruf Al-Muqatta’ah) ini
termasuk ayat-ayat mutasyabihat.[2]
Sebagai ayat-ayat mutasyabihat, para ulama berbeda pendapat lagi dalam memahami
dan menafsirkannya. Dalam hal ini pendapat para ulama pada pokoknya terbagi
dua. Pertama, pertama ulama yang memahaminya sebagai rahasia yang hanya
diketahui oleh Allah. As-Suyuti memandang pendapat ini sebagai pendapat yang
mukhtar (terpilih). Ibnu Al-Munzir meriwayatkan bahwa ketika Al-Syabi ditanya
tentang pembukaan-pembukaan surat ini berkata;
ان لكل كتاب صفوة وصفوة هذا الكتاب
حرزف التهجي
Artinya:
“Sesungguhnya
bagi setiap kitab ada sari patinya, dan sari pati Kitab (Al-Quran) ini adalah
huruf-huruf ejaannya”.
Abu Bakar juga diriwayatkan pernah
berkata:
في كل كتاب سر وسره في القران اوائل
السور
Artinya:
“Pada setiap
kitab ada rahasia, dan rahasianya dalam Al-Quran adalah permulaan-permulaan
suratnya”.
Kedua, pendapat yang memandang huruf-huruf di awal
surat-surat ini sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian yang dapat
dipahami oleh manusia. Karena itu penganut pendapat ini memberikan pengertian
dan penafsiran kepada huruf-huruf tersebut.
Dengan keterangan di atas, jelas bahwa pembukaan-pembukaan
surat ada 29 macam yang terdiri dari tiga belas bentuk. Huruf yang paliang
banyak terdapat dalam pembukaan-pembukaan ini adalah huruf Alif (ا) dan lam (ل), kemudian Mim
(م), dan
seterusnya secara berurutan huruf Ha (ح), Ra (ر), Sin (س) Ta (ط), Sad (ص), Ha (ه), dan Ya’ (ي), ‘Ain (ع) dan Qaf (ق), dan akhirnya
Kaf (ك), dan Nun (ن).
Seluruh huruf yang terdapat dalam pembukaan-pembukaan surat
ini dengan tanpa berulang berjumlah 14 huruf atau separuh dari jumlah
keseluruhan huruf ejaan. Karena itu, para mufassir berkata bahwa
pembukaan-pembukaan ini disebutkan untuk menunjukkan kepada bangsa Arab akan
kelemahan mereka. Meskipun Al-Quran tersusun dari huruf-huruf ejaan yang mereka
kenal, sebagiannya datang dalam AlQur’an dalam bentuk satu huruf saja dan
lainnya dalam bentuk yang tersusun dari beberapa huruf, namun mereka tidak
mampu membuat kitab yang dapat menandinginya. Pendapat ini telah dijelaskan
secara panjang lebar oleh Al-Zamakhsari (wafat 538 H) dan Al-Baidhawi (wafat
728 H). pendapat ini dikuatkan oleh Ibn Taimiyah (wafat 728 H) dan muridnya,
Al-Mizzi (wafat 742 H). Mereka menguraikan tantangan Al-Quran di turunkan dalam
bahasa Mereka sendiri. Akan tetapi, mereka tidak mampu membuat kitab yang
menyerupainya. Hal ini menunjukkan kelemahan mereka di hadapan Al-Quran dan
membuat mereka tertarik untuk mempelajarinya.
Berikut ini dikemukakan beberapa riwayat dan pendapat para ulama:
- “Dari
Ibn Abbas tentang firman Allah: (الم), berkata
Ibn Abbas:”
Aku Allah lebih mengetahui”, tentang (المص) berkata
Ibn Abbas:” Aku Allah akan memperinci”, dan tentang (الر) berkata Ibn Abbas: “Aku Allah melihat”. (Dikeluarkan oleh
Ibn Abi Hatim dari jalan Abu Al-Duha).
- “Dari
Ibn Abbas, berkata ia: “alif lam ra, ha’mim, dan nun adalah huruf-huruf
al-Rahman yang dipisahkan (dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim dari jalan
Ikrimah)”.
- “Dari
Ibn Abbas tentang Kaf, Ha’, Ya’ Ain, Sad, berkata ia: “Kaf dari Karim
(pemurah). Ha dari Hadin (pemberi petunjuk), Ya, dari Hakim (bijaksana),
‘Ain dari ‘Alim (Maha Mengetahui), dan Sad dari Sadiq (yang benar).
(Dikeluarkan oleh Al-Hakim dan lainnya dari jalan Sa’id Ibn Jubair)
- “Dari
Salim Abd Ibn Abdillah berkata ia: (حم، الم) dan (ن) dan seumpamanya adalah nama Allah yang dipotong-potong”,
(Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim).
- Dari
Al-Saddiy, ia berkata: “Pembukaan-pembukaan surat adalah nama dari
nama-nama Tuhan Jalla Jalaluh yang dipisah-pisah dalam Al-Quran”. (Dikeluarkan
oleh Ibn Abi Hatim).
- “Dari
Ibn Abbas, berkata ia: (ص، طسم، الم) dan yang
seumpamanya adalah sumpah yang Allah bersumpah dengannya, dan merupakan
nama-nama Allah juga”.
(Dikeluarkan oleh Ibn Jarir dan lainya dari jalan Ali Ibn
Abi Talhah).
Ada pendapat mengatakan bahwa huruf-huruf itu adalah
nama-nama bagi Al-Quran, seperti Al-Furqan dan Al-Zikir. Pendapat lain
mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut adalah pembuka bagi surat-surat Al-Quran
sebagaimana hanya qasidah sering diawali dengan kata (بل) dan (لا).
Dikatakan juga huruf-huruf ini merupakan
peringatan-peringatan (tanbihat) sebagaimana halnya dalam panggilan (nida).
Akan tetapi, di sini tidak digunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam
bahasa Arab, seperti (ألا) dan (أما) karena
kata-kata ini termasuk lafal yang sudah biasa dipakai dalam percakapan.
Sedangkan al-Quran adalah kalam yang tidak sama dengan kalam yang biasa
sehingga digunakan alif.
Sebagai peringatan (tanbih) lebih terkesan kepada
pendengar. Yang belum pernah digunakan sama sekali sehingga lebih terkesan
kepada pendengar.
Dalam hubungan ini sebagian ulam memandangnya peringatan (tanbih)
kepada rasul agar dalam waktu-waktu kesibukannya dengan urusan manusia
berpaling kepada Jibril untuk mendengarkan ayat-ayat yang akan disampaikan kepadanya.
Sebagian yang lain memandangnya sebagai peringatan (tanbih) kepada
orang-orang Arab agar mereka tertarik mendengarkannya dan hati mereka menjadi
lunak kepadanya. Tampaknya, pandangan yang pertama kurang tepat karena Rasul
sebagai utusan Allah dan yang terus-menerus merindukan wahyu tidak perlu diberi
peringatan. Sedangkan pandangan yang kedua adalah lebih kuat karena orang-orang
Arab yang selalu bertingkah, keras hati dan enggan mendengarkan ketenaran perlu
diberi peringatan (tanbih) agar perhatian mereka tertuju kepada
ayat-ayat yang disampaikan.
Di katakana juga bahwa Thaha (طه) dan Yasin (يس) berarti hai
laki-laki atau hai Muhammad atau hai manusia. Pendapat lain memandang kedua
Thaha (طه) dan Yasin (يس) sebagai nama
bagi Nabi Saw.
Kemudian ada yang menafsirkan tentang makna yasin yaitu
Allah mengisyaratkan bahwa sesudah huruf tersebut akan dikemukakan hal-hla
penting antara lain : Allah bersumpah dengan Al-Qur’an bahwa Muhammad SAW.
Benar-benar seorang Rasul yang di utus oleh Allah kepada kaum yang belum pernah
diutus rasul-rasul kepada mereka. Diantara isi tersebut adalah bukti-bukti
adanya hari kebangkitan, Al-Qur’an bukanlah Sya’ir. Surga dan sifatnya
disedikan untuk orang-orang mu’min, dan masih banyak lagi tentang kandungan
dari surat Yasin itu sendiri.[3]
II.3 Pendapat Para
Ulama Tentang Makna Fawatih Al Suwari
Para Ulama yang membicarakan masalah
ini ada yang berani menafsirkannya, dimana huruf-huruf itu adalah rahasia yang
hanya Allah yang mengetahui-Nya.
- Az-Zamarksyari
berkata dalam tafsirnya “Al-Qasysyaf” huruf-huruf ini ada beberapa
pendapat yaitu:
- Merupakan
nama surat
- Sumpah
Allah
- Supaya
menarik perhatian orang yang mendengarkannya.
- As-Sayuti
menukilkan pendapat Ibnu Abbas tentang huruf tersebut sebagai berikut:
(الم) berarti (انا الله اعلم), (المص) berarti (انا الله اعلم و افصل), (الر) berarti (انا الله اري), (كهيعص) diambil dari
(كريم
– هاد – حكيم – عليم - صادق) juga berarti (كان – هاد – تمين – عالم - صادق) Adh Dhahak
berpendapat bahwa (الر) ialah: اناالله اعلم وارفع
dikatakan pendapat hanyalah dugaan belaka. Kemudian
As-Suyuti menerangkan bahwa hal itu merupakan rahasia yang hanya Allah sendiri
yang mengetahuinya.
- al-Quwaibi
mengatakan bahwasanya kalimat itu merupakan tanbih bagi Nabi, mungkin pada
suatu saat Nabi dalam keadaan sibuk, maka Allah menyuruh Jibril untuk
memberikan perhatian terhadap apa yang disampaikan kepadanya.
- As-Sayid
Rasyid Ridha tidak membenarkan Al-Quwaibi di atas, karena Nabi senantiasa
dalam keadaan sadar dan senantiasa menanti kedatangan wahyu.
Rasyid Ridha berpendapat sesuai dengan Ar-Razi, bahwa tanbih
ini sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang Musyrik Mekkah dan Ahli Kitab
Madinah. Karena orang-orang kafir apabila Nabi membacakan Al-Quran mereka satu
sama lain menganjurkan untuk tidak mendengarkannya.
Disebutkan dalam surat Fusilat ayat 26, yang artinya
sebagai berikut:
“Dan orang-orang yang
kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al
Quran Ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan
mereka". (QS. Fusyilat: 26)
- Ulama
salaf berpendapat bahwa “Fawatih Suwar” telah disusun semenjak
zaman azali sedemikian rupa supaya melengkapi segala yang melemahkan
manusia dari mendatangkannya seperti Al-Quran.
Oleh
karena I’tiqad bahwa huruf-huruf ini telah sedemikian dari azalinya, maka
banyaklah orang yang tidak berani menafsirkannya dan tidak berani mengeluarkan
pendapat yang tegas terhadap huruf-huruf tersebut. Huruf-huruf ini dipandang
masuk golongan mutasyabihat yang hanya Allah sendri yang mengetahui-Nya.[4]
Huruf-huruf itu, sebagai yang pernah ditegaskan oleh
Asy-Syabi, ialah rahasia dari pada Al-Quran ini.
Ali bin Abi Thalib pernah berkata:
“Sesungguhnya bagi tiap-tiap Kitab ada saripatinya.
Saripati Al-Quran ini ialah, huruf-huruf Hijaiyah”.
Abu Bakar As-Shiddieqi pernah
berkata:
“Di tiap-tiap kitab ada rahasianya. Rahasianya dalam
Al-Quran ialah permulaan-permulaan surat”.
Dalam hal ini Prof. Hasbi
As-Shiddieqi menegaskan bahwa dibolehkannya mentakwilkan huruf-huruf tersebut
asal tidak menyalahi penetapan Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam pada itu yang
lebih baik kita serahkan saja kepada Allah.
II.4 Sebaik-baik
Makna Fawatih Al-Suwari
Disamping itu, ada lagi
golongan-golongan yang ingin memasuki rumah dari pintunya sendiri. Dan
inginmenjadi prang yang lebih tegas pendapatna dan lebih jelas tafsirannya
dalam menerangkan maksud dari Fawatih Suwari ini.
Mereka
memperhatikan bahwa sebagian surat-surat Al-Qur’an dimulai dengan huruf-huruf
ini, sebagaimana qasidah-qasidah dimulai dengan La ndan Bal. maka pada
mula-mulanya mereka mengatakan bahwa huruf-huruf ini adalah pemuka surat yang
Allah sendiri menetapkannya. Pendapat
ini adalah pendapat mujahid. Kemudian pendapat ini beralih kepada bidang yang
luas, yaitu di ketika pembuka surat ini dipandang tanbihat, atau adat-adat
tanbiat supaya lebih dapat mengetuk hati para pendengar.
Al
Khuwaiby mengatakan bahwasanya, kata-kata ini merupakan tanbih bagi Nabi.
Mungkin pada suatu waktu Nabi berada dalam keadaan sibuk, maka Allah menyuruh
kepada Jibril, diwaktu jibril turun kepada Nabi, supaya mengatakan Aif Lam Mim,
supaya Nabi lebih dahulu mendengar suara itu, lalu Nabi memberikan perhatian
kepada apa yang apa yang disampaikan kepadanya.
Rasyid
Ridha, Penyusun Tafsir Al Manar, memandang jauh dari kebenaran apa yang
dikemukakan oleh Al Khuwaiby ini, beliau mengatakan bahwasanya Nabi selalu
dalam keadaan sadar dan siap menanti kedatangan wahyu.
Beliau
berpendapat, bahwasanya tanbih ini, sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang
Musyrik di Makkah, kemudia kepada ahli kitab di Madinah.
Dan mereka satu sama lain,
menganjurkan supaya tidak mendengar Al-Qur’an diwaktu Nabi membacanya, Allah
pun berkehendak untuk menaraik perhatian mereka dan mendatangkan kepada mereka
sesuatu yang mereka tidak ketahui yang menyebabkan mereka diam dan mendengar
apa yang dibacakan. Yaitu menurunkan Al-Qur’an dengan memulai surat-suratnya
dengan huruf-huruf ini. Maka apabila mereka mendengar huruf-huruf itu, mereka
merasa heran dan menyuruh teman-temannya untuk mendengarkan apa yang akan
dibacakan oleh Nabi. sesudah mereka memberikan perhatian, barulah dibacakan
ayat-ayat selanjutnya. Dengan demikian, mereka dapat mengambil manfaat dari pa
yang mereka dengar.
Makna ini telah dibayangkan oleh Az
Zarkasyi dalam Al Burham, oleh As Suyuthy dalam Al Itqan dan jauh lebih
dahulu oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir dalam tafsir-tafsirnya.[5]
Dan karena suatu kepentingan,
dimulailah surat-surat yang diawali dengan huruf-huruf potongan dengan menyebut
Al Kitab atau beberapa makna yang berhubungan dengan wahyu dan Nubuwah. Seperti
dalam surat Maryam, Al Ankabut, Ar Rum, dan An Anun. Dan telah kita ketahui
bahwasanya surat-surat ini adalahsurat-surat Makkiyah, selain Al Baqarah dan
Ali Imran.
Surat-surat Makkiyah diturunkan
untuk mengajak orang-orang Musyrik untuk mengakui kenabian dan wahyu.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari segi
bahasa, fawatihus suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena
posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks pada suatu surat. Apabila dimulai dengan huruf-huruf
hijaiyah, huruf cenderung ‘menyendiri’ dan tidak bergabung membentuk suatu
kalimat secara kebahasaan. Dari segi pembacaannya pun, tidaklah berbeda dari
lafazh yang diucapkan pada huruf hijaiyah.
Ibnu Abi Al Asba’ menulis sebuah
kitab yang secara mendalam membahas tentang bab ini, yaitu kitab Al-Khaqathir
Al-Sawanih fi Asrar Al-Fawatih. Ia mencoba menggambarkan tentang beberapa
kategori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam Al-Quran.
Pembagian karakter pembukaannya
adalah sebagai berikut. Pertama, pujian terhadap Allah swt yang
dinisbahkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Kedua, yang
menggunakan huruf-huruf hijaiyah; terdapat pada 29 surat. ketiga, dengan
mempergunakan kata seru (ahrufun nida), terdapat dalam sepuluh surat.
lima seruan ditujukan kepada Rasul secara khusus. Dan lima yang lain ditujukan
kepada umat. Keempat, kalimat be rita (jumlah khabariyah); terdapat
dalam 23 surat. kelima, dalam bentuk sumpah (Al-Aqsam); terdapat
dalam 15 surat.
DAFTAR PUSTAKA
Ash
Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2002.
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Al Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu
Al-Qur’an, Jawa Tengah: Amzah, 2005.
Abu Syabah
Muhammad Bin Muhammad. Studi Al-qur’an Al-karim, Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2002.
[1]
Prof. Dr.
Muhammad Hasbi Ash Shiddeqy, Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 125.
[2] Drs. H.Ahmad
Syadali, M.A. dan Drs. H. Ahmad Rafi’I, Ulumul Qur’an I (Bandung
: CV. Pustaka Setia, 2006), h. 186.
[3] Drs. Ahsin W.
Al-Hafidz, M.A., Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jawa Tengah: Amzah, 2005), h.
312.
[4] , Drs.
H.Ahmad Syadali, M.A. dan Drs. H. Ahmad Rafi’I, op. cit, h. 197.
[5] Prof. Dr.
Muhammad Hasbi Ash Shiddeqy, op. cit,
h. 135.
ini artikel tentang apa? ko pke background club bola yg identik dgn lambang syaiton (laknatulloh) ? bolehlah fanatisme, tp tolong di tempatkan yg sesuai, maaf sblumnya kalau kurang mngenakn,
BalasHapus