Kamis, 26 April 2012

MAKALAH ISBD


PERNIKAHAN DI GORONTALO

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada disekitarnya.
            Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang di wariskan secara turun temurun melalui kebiasaan ataupun adat istiadat tentang manusia harus hidup secara baik agar benar-benar menjadi manusia yang baik dan menghindari peilaku-perilaku yang tidak baik. Oleh sebab itu kebudayaan harus diselamatkan. Karena kemungkinan kebudayaan itu punah atau tidak diperlakukan lagi oleh pendukungnya. Salah satu kebudayaan tersebut adalah di Gorontalo.
Gorontalo merupakan daerah yang banyak meyimpan keanekaragaman kebudayaan salah satunya yaitu upacara adat pernikahan di Gorontalo. Uapacara ini memiliki unsur yang unik dan menarik serta penting untuk dijaga dan dilestarikan. Penduduk asli Gorontalo meyoritas menganut agama islam. Mereka meyakini bahwa Allah swt yang menguasai dan mengatur langit dan bumi, menghidupkan dan mematikan semua manusia dan makhluk hidup lainnya.
Rumusan Masalah:
1.      Bagaimana proses pernikahan adat Gorotalo?
2.      Bagaimana sebelum upacara pernikahan?
3.      Bagaimana saat upacara pernikahan?
4.      Bagaimana sesudah upacara pernikahan?


BAB II
PEMBAHASAN
Penduduk asli Gorontalo menurut J.G.F. Riedel adalah termasuk ras polinesia yang datang dari sebelah utara. Tetapi sebelum kedatangan mereka daerah ini sudah ada penduduk yang mendiaminya yang masuk dari sebelah barat. Oleh orang-orang Gorontalo mereka disebut hulontalangi (pengembara). Kemudian mereka bercampur dengan ras polinesia, pada mulanya mereka hidup mengelompok didaerah pegunungan tilongkabila. Karena dataran rendah pada bagian selatan daerah ini masih tergenang air. Barulah pada abad XI penduduk daerah pegunungan turun, berpindah ke daerah dataran itu karena air sudah surut.
Penduduk yang berasal dari daerah lain sudah mulai berdatangan yaitu seperti orang Tomini, Loinaus, Bugis, Makasar, dan Ternate. Terutama pada abad XV, XVI, XVII, penduduk dari daerah kerajaan islam: Ternate, Bugis dan Makasarlah yang paling banyak pindah kedaerah Gorontalo. Sehingga penduduk Gorontalo yang sekarang, merupakan campuran dari:
a.       Penduduk asli (pengembara = Hulontalangi)
b.      Ras polinesia dari utara
c.       Penduduk daerah Tomini (suku) dari barat
d.      Suku Ternate, Bugis, makasar (pembawah agama islam). Ditambah lagi penduduk bangsa Cina, Arab, Belanda, Burgers (campuran belanda dan   
A.    Proses Pernikahan Adat Gorontalo
Pernikahan Adat Gorontalo memiliki ciri khas tersendiri. Karena penduduk Provinsi Gorontalo memiliki penduduk yang hampir seluruhnya memeluk agama Islam, sudah tentu adat istiadatnya sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam. Untuk itu ada semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat Gorontalo yaitu, “Adati hula hula Sareati–Sareati hula hula to Kitabullah” yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah. Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo sehingga mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan bersendikan Islam. Termasuk adat pernikahan di Gorontalo yang sangat bernuansa Islami. Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut Upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah.
Pernikahan Adat Gorontalo ini perlu di lestarikan, karena mengandung nilai–nilai budaya yang tinggi. Adat Gorontalo ini semakin hari semakin terkontaminasi dengan perubahan zaman. Terlihat dimana–mana pernikahan di Gorontalo tanpa melewati lagi prosesi adat gorontalo. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, banyak pemuda zaman sekarang yang enggan mempelajari adat pernikahan gorontalo. Sehingga warisan leluhur ini semakin terlupakan, karena tidak adanya regenerasi penerus Adati lo Hulondhalo.
B.     Sebelum Upacara Pernikahan
Menurut adat yang berlaku, sebelum kedua muda mudi melangsungkan upacara biasanya harus melalui tahap-tahap berikut:
1.      Keluarga si pemuda mengadakan penyelidikan dengan jalan meninjau (mobilohe) secara tidak di ketahui oleh keluarga  gadis atau si gadis itu sendiri. Yang di tinjau adalah mengenai cara berdandan (berpakaian), si gadis sedang membantu orang tua atau bermalas-malasan.
2.      Pihak keluarga si pemuda mengutus seorang perantara untuk melaksanakan peminangan (motolobalango), dengan mengucapkan bahasa sindiran yang bunyinya: “wono ito tahutahu intani deyami yatiya mei jangge mayi; wono ito woluwo opolohungo de amiyatiya ta momuhuto; wonu woluwo burungi potalinto de ami yatiya tamotali mayi”. Artinya: apabila tuan rumah menyimpan sebutir intan izinkanlah kami membuat tempatnya; andai kata ada bunga tertanam dihalaman rumah tuan, baiklah kami memeliharanya; kalau tuan berkenan menjual seekor burung, maka izinkanlah kami membelinya. Pihak orang tua gadis menjawabnya: “ donggo mo o’otawa woloungala’a; dabo donggo to ombongo walao ta dulota; yilumuwalayi lou mobongo walao ta dadata”. Artinya: “kami hendak memberitahukan dengan seluruh keluarga bahwa waktu anak masih ada dalam kandungan adalah anak ibu bapaknya, setelah lahir menjadi anak seluruh kerabat”. Seminggu kemudian setelah pihak keluarga gadis selesai mengadakan permusyawaratan, datanglah perantara (telangkai) untuk mengecek pembicaraan dengan keluarga si gadis (motua tato u pilo o’otawa). Kalau pihak keluarga si gadis hadir dalam pertemuan ini berarti peminangan dapat dilanjutkan. Sebuah singkisan dan sirih pinang di serahkan kepada keluarga si gadis. Mas kawin (tonelo) di tetapkan pula dan kadang-kadang diikuti permintaan akan bulinggodu dan ilato (music dan potret) dalam pesta.
3.      Sehari sebelum upacara pernikahan yang telah ditentukan, mas kawin di serahkan kepada keluarga si gadis, yang di isi dalam kola-kola (usungan yang berbentuk perahu yang panjangnya 25 cm). isinya berupa uang tonelo, sirih pinang, tembakau dan buah-buahan. Malam harinya diadakan kunjungan si pemuda ke rumah calon istrinya bersama-sama dengan pemuda yang sebaya, yang di sebut mopotilontahu atau molilo huwali (meninjau kamar). Dalam kunjungan ini biasanya diadakan upacara singkat dengan pertunjukan tarian saronde atau molapi saronde (melempar selendang). Maksud kunjungan ini untuk memperlihatkan kepada si gadis, bahwa kedua calon mempelai siap mengayuhkan bahtera rumah tangga.
C.    Saat Upacara Pernikahan
Saat pada hari upacara pernikahan tepat pada pukul 08.00 pagi pengantin laki-laki di arak menuju rumah pengantin perempuan, setelah ada pemberitahuan terlebih dahulu. Rombongan pengantin ini dikawal oleh pemangku-pemangku adat dan diiringi dengan tepikan genderang/ rebana bersama lagu-lagu tinilo (nyanyian berisi nasihat dan kegembiraan). Tiba-tiba dirumah pengantin perempuan, pengantin laki-laki mencuci kakinya dan membayar uang adat (wulo lo oato) mereka diterima keluarga pengantin perempuan, dipersilahkan duduk dan dihidangkan sirih pinang. Di bawah pimpinan imam, izab qabul diadakan. Kemudian pemangku adat (bate) sambil bersyair (tuja’i) bersama mempelai laki-laki menjemput mempelai perempuan setelah membayar uang adat.  Mempelia perempuan keluar dari kamar diiringi oleh pengiringnya dan diusung untuk duduk di atas kursi di susul oleh pengantin laki-laki dan di dampingi oleh wakil orang tua dari kedua belah pihak. Oleh imam dibacakan do’a selamat dan bate menyampaikan fatwa yang disebut momalebohu.
Sementara member nasihat, bate tersebut menghamburkan beras kuning. Selesai di rumah perempuan, kedua mempelai diarak kerumah pengantin laki-laki untuk pemasangan cincin kawin oleh kerabat laki-laki dan kemudian diarak lagi kerumah pengantin perempuan. Upacara mengarak penganting ini disebut upacara modelo. Dengan demikian selesailah upacara pernikhan dan suami istri tinggal bersama orang tua si perempuan sebelum mereka membangun rumah baru.
  
D.    Sesudah Upacara Pernikahan
Setelah selesai upacara pernikahan kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri dan untuk sementara waktu mereka tinggal dirumah orang tua si perempuan sampai mereka memilki rumah. Sesudah mereka memiliki anak-anak, para kaum ibu/istri-istri pada umumnya harus mengurus rumah tangga dan anak-anaknya. Istri-istri ini tidak boleh mencari nafka seperti suami. Hal ini menurut nilai budaya masyarakat Gorontalo, seorang istri yang pandai mengurus rumah tangga, mendidik anak-anak dan tidak meninggalkan rumah tanpa izin suami atau tidak mencari nafkah, merupakan tingkah laku yang  terpuji sebagai warisan dari leluhurnya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pernikahan Adat Gorontalo memiliki ciri khas tersendiri. Pernikahan Adat Gorontalo ini perlu di lestarikan, karena mengandung nilai–nilai budaya yang tinggi. Adat Gorontalo ini semakin hari semakin terkontaminasi dengan perubahan zaman. Terlihat dimana–mana pernikahan di Gorontalo tanpa melewati lagi prosesi adat gorontalo.
Sebelum upacara adat pernikahan biasanya keluarga si pemuda mengadakan penyelidikan dengan jalan meninjau (mobilohe) keluarga si gadis. Setelah selesai upacara adat pernikahan suami istri tinggal bersama orang tua si perempuan sebelum mereka membangun rumah baru.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar