BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tidaklah tersembumyi bagi
siapapun juga bahwa tiap-tiap sesuatu dan ada kadarnya. Demikianlah sunnatullah
didalam alam ini. Sejarah adalah saksi yang benar menetapkan kebenaran ini.
Seseorang ahli sejarah yang hendak menggali sesuatu dari perkembangan sejarah
harus mengetahui sebab-sebab kejadian dan pendorong-pendorongnya, jika dia
ingin mengetahui hakikat sejarah itu sebenaranya, bukan sejarah saja yang
memerlukan hal demikian, ilmu-ilmu tabi’at, ilmu-ilmu kemasyarakatan dan
kebudayaan serta kesusastraan juga memerlukan sebab dan musabab.
Turunnya Wahyu al-Qur’an merupakan suatu kejadian yang sangat mengagetkan sekaligus
menggembirakan hati Rasulullah SAW. Sebagaimana turunnya Surat
Al-‘alaq(ayat:1-5), Nabi Muhammad SAW
dalam menerimanya sangatlah berat karena karena diturunkan lewat
perantara malaikat jibril sesosok yang membuat Nabi SAW ketakutan. Saat
malaikat jibril menyampaikan wahyu tersebut, Rasullullah juga merasa keberatan
karena tidak bisa melaksakan apa yang diperintah malaikat jibril. Tetapi
setelah berkali-kali malaikat jibril mengulang akhirnya Rasullah SAW dapat
menerimanya. Begitupun saat menerima ayat-ayat yang lain, Rasulullah selalu
merasa ketakutan dengan segala sesuatu yang mengiringi ayat-ayat tersebut.
Begitu sulitnya Rasulullah
dalam menerima wahyu membuktikan kalau peristiwa turunnya Al Qur’an merupakan
suatu kejadian yang sangat luar biasa dan juga merupakan suatu . Dengan
turunnya Al Qur’an berarti banyak hal yang perlu dikaji lebih mendalam lagi,
baik dari segi sebab-sebab turunnya atau yang sering disebut Asbabun Nuzul
maupun proses turunnya Wahyu Al Qur’an itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas bahwa penulis dapat merumuskan suatu masalah terkait
dengan Wahyu, yaitu sebagai berikut:
1.
Apa Pengertian daripada Wahyu?
2.
Bagaimana Cara Penyampaian Wahyu?
3.
Bagaimana Sebab-sebab Turunnya Wahyu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wahyu
Al-Wahyu atau wahyu adalah kata masdar
(infinitif); dan materi itu menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu:
tersembunyi dan cepat. Oleh karena itu, maka dikatakan wahyu ialah
pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditunjukan kepada orang
yang diberitahu tanpa diketahi orang lain. Menurut ilmu bahasa, wahyu ialah :
isyarat yang cepat dengan tangan dan suatu isyarat yang dilakukan bukan dengan
tangan, juga bermakna surat, tulisan, sebagaimana bermakna pula segala yang
kita sampaikan kepada orang lain untuk diketahuinya.
Wahyu itu ialah: yang dibisikan kedalam sukma,
diilhamkan dan isiyarat cepat yang lebih mirip kepada dirahasiakan daripada
dilahirkan.
Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi:
1. Ilham sebagai bawaan
dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa:
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى
أَنْ أَرْضِعِيه
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: “Susuilah
dia… “ (Al-Qashas
[28]:7).
2. Isyarat yang cepat
melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-Qur’an:
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ
الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
“Maka ia keluar dari mihrab menuju
kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di
waktu pagi dan petang.”’ (Maryam [19]:11).
3. Bisikan
dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia.
وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ
إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ
لَمُشْرِكُونَ…
“Sesungguhnya setan itu membisikkan
kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu;” (Al-An’am
[6]:121).
4. Apa yang
disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah dan harus
dikerjakan.
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى
الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا
“(Ingatlah), ketika Tuhanmu
mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman".
(Al-Anfal [8]:12).
Sedangkan menurut istilah, wahyu
ialah: sebutan bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara yang tepat dari Allah
kedalam dada Nabi-nabi-Nya, sebagaimana dipergunakan juga untuk lafadz
Al-Qur’an. Dapat diartikan juga bahwa wahyu Allah kepada Nabi-nabi-Nya adalah:
pengetahuan-pengetahuan yang Allah tuangkan kedalam jiwa Nabi, untuk mereka
sampaikan kepada manusia untuk menunjuki dan memperbaiki mereka didalam dunia
serta membahagiakan mereka di akhirat.
Oleh sebab itu para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang
berupa Al-Qur’an kepada Jibril dengan beberapa pendapat:
1. Bahwa
Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafalnya yang khusus.
2. Bahwa
Jibril menghafalnya dari lauhul mahfuz.
3. Bahwa
maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril, atau
lafal Muhammad S.A.W.
Perbedaan Wahyu, Ilham dan Ta’lim,
Ketiga
istilah ini memiliki kesamaan, bahwa semuanya sama-sama menunjukkan pengetahuan
yang bersumber dari Allah Swt. Perbedaannya adalah, wahyu hanya diperuntukkan
bagi orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah, yaitu para Nabi dan Rasul;
sedangkan ilham dan ta’lim (ilmu) diberikan oleh Allah kepada semua manusia.
Pengertian
ilham, menurut pendapat sebagian ulama, sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi
Ash-Shiddieqie, ialah “menuangkan suatu pengetahuan kedalam jiwa yang menuntut
penerimanya supaya mengerjakannya, tanpa didahului dengan ijtihad dan penyelidikan
hujjah-hujjah agama”. Sejalan dengan pendapat ini, Al-Jurjani dalam Kitāb
At-Ta’rīfāt mendefinisikan, bahwa ilham ialah “sesuatu yang
dilimpahkan ke dalam jiwa dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu yang ada di
dalam hati/jiwa, dan dengannya seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu tanpa
didahului dengan pemikiran”.
Ilham
dalam pengertian ini hampir sama dengan pengertian instink yang dikenal dalam
dunia Psikologi, yaitu “pola tingkahlaku yang merupakan
karakteristik-karakteristik spesi tertentu; tingkahlaku yang diwariskan dan
dilakukan secara berulang-ulang yang merupakan khas spesi tertentu. Bahkan
menurut Sigmund Freud, ia merupakan sumber energi atau dorongan primal yang
tidak dapat dipecahkan. Lebih lanjut Freud menambahkan, instink itu terbagi
dua: instink kehidupan (Eros) dan instink Kematian (Tahanatos)”.
Dua
macam instink (ilham) yang terdapat dalam jiwa setiap manusia juga diungkapkan
dalam Aquran dengan sebutan Fujur dan Taqwa. Sebagaimana termaktub dalam
Alquran, surat Al-Syams/91: 8,
Artinya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu jalan kefasikan dan ketaqwaannya.
Dua
macam instink yang disebutkan dalam ayat di atas adalah instink atau
kecendrungan untuk berbuat buruk (Fujur) dan instink atau
kecendrungan untuk berbuat baik (Taqwa). Kedua macam instink ini
bersifat potensial. Artinya, setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat baik
dan berbuat buruk. Karena sifatnya yang potensial, maka aktualisasi instink ini
tergantung pada kecendrungan/kemauan manusia untuk mengaktualkan instink mana
dari kedua instink tersebut. Jika seorang manusia memiliki kecendrungan untuk
mengaktualkan instink keburukan (fujur), maka yang akan dominan
dalam dirinya adalah sifat kejahatan; sehingga jadilah dia sebagai penjahat,
pengingkar terhadap perintah dan larangan Allah. Demikian pula sebaliknya, jika
instink kebaikan yang dikembangkan/diaktualkan, maka jadilah dia sebagai
manusia yang baik, patuh terhadap perintah dan larangan Allah.
Dalam pengertian lain bahwa Ilham, sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu
Nabi Musa, “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa, ‘Susuilah dia …’.” (Al-Qashash:
7). Ilham berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah, “Dan Tuhanmu
telah mewahyukan kepada lebah, ‘Buatlah sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon
kayu, dan di rumah-rumah yang didirikan manusia’.” (An-Nahl: 68).
Isyarat
yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al
qur’an, “Maka keluarlah dia dari mihrab, lalu memberi isyarat kepada mereka,
‘Hendaknya kamu bertasbih di waktu pagi dan petang’.” (Maryam: 11).
Bisikan
dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri
manusia. “Sesungguhnya setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar
mereka membantah kamu.” (Al-An’am: 121). “Dan demikianlah kami jadikan bagi
tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis
jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu mereka.” (Al-An’am: 112).
Apa yang
disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah untuk
dikerjakan. “Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat,
‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang
beriman’.” (Al-Anfal: 12). Sedang wahyu Allah kepada para nabi-Nya secara
syar’i mereka definisikan sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada seorang
nabi. Definisi ini menggunakan pengertian maf’ul, yaitu al muha (yang
diwahyukan). Ustad Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu di dalam Risalatut
Tauhid adalah pengetahuan yang didapat oleh seseorang dari dalam dirinya dengan
disertai keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, melalui perantara
ataupun tidak. Yang pertama melalui suara yang menjelma dalam telinganya atau
tanpa suara sama sekali.
Dari
pengertian ini dapat disimpulkan, bahwa perbedaan antara kedua istilah yang
disebutkan terakhir (ilham dan ta’lim)
terletak pada proses/cara memperolehnya. Ilham hanya dapat diperoleh atas
kehendak Allah, tanpa usaha manusia; sedangkan ta’lim (ilmu) harus melalui
usaha manusia; kecuali ilmu ladunniy yang dalam pandangan
ahli tasawwuf proses perolehannya sama dengan ilham.
B.
Proses
Penyampaian Wahyu
Para
ulama ahli tafsir menjelaskan bahwa turunnya Al-Qur’an berdasarkan dalil ayat
al Quran dan riwayat Hadits shahih melalui tiga tahap yaitu :
Tahap Pertama,
Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuzh, sebagaimana firman Allah:
“padahal Allah mengepung mereka dari belakang
mereka. Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur’an yang mulia, yang
(tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.” (Q.S. Al-Buruuj: 20-22)
Ketika
Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuzh tidak diketahui bagaimana keadaannya, kecuali
Allah yang mengetahuinya, karena waktu itu Al-Qur’an berada di alam ghaib,
kemudian Allah menampakkan atau menurunkannya ke Baitul ‘Izzah di langit bumi.
Secara umum, demikian itu menunjukkan adanya Lauh Mahfuzh, yaitu yang merekam
segala qadha dan takdir Allah SWT, segala sesuatu yang sudah, sedang, atau yang
akan terjadi di alam semesta ini. Demikian ini merupakan bukti nyata akan
mengagungkan kehendak dan kebijaksanaan Allah SWT yang Maha Kuasa.
Jika
keberadaan Al-Qur’an di Lauh Mahfuzh itu merupakan Qadha (ketentuan) dari Allah
SWT, maka ketika itu Al-Qur’an adanya persis sama dengan keadaannya sekarang.
Namun demikian hakekatnya tidak dapat diketahui, kecuali oleh seorang Nabi yang
diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Dan segala sesuatu yang terjadi di bumi ini
telah tertulis dalam Lauh Mahfuzh sebagaimana firman Allah :
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi
dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.” (Q.S. Al Hadiid: 22)
Tahap Kedua,
Al-Qur’an dari Lauh Mahfuzh diturunkan ke langit bumi (Baitul ‘Izzah). Berdasarkan
kepada beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits berkah yang dinamakan malam
Al-Qadar (Lailatul Qadar) dalam bulan suci Ramadhan. Sebagaimana firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al
Qur’an) pada malam kemuliaan.”(Q.S Al-Qadr: 1).
Proses penyampaiannya
yang kadangkala secara langsung dan kadangkala melalui perantara, diungkapkan
dalam Alquran surat al-Syura/42: 51 sebagai berikut:
Artinya: Dan tidak mungkin bagi seorang
manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu
atau dibelakang tabir (secara langsung) atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki.
Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana [Q.S. Al-Syura/42: 51]..
C. Sebab-sebab Turunnya Wahyu
Mengetahui sebab-sebab turunnya wahyu adalah
hal yang sangat penting dalammemahami makna ayat-ayat Al Qur`an, oleh karena
itu banyak ulama yang memperhatikansebab-sebab turunnya wahyu. Sehingga
sebagian ulama membuat karangan khusus tentangAsbabun Nuzul ini, diantaranya
yang lebih dahulu adalah Ali bin Al Madini (Guru ImamBukhori), sedangkan kitab
yang paling terkenal adalah Asbabun Nuzul karangan Al Wahididan Lubab Annuqul fi Asbab Annuzul
karangan Imam Suyuti.
Pentingnya mengetahui sebab-sebab turunnya
wahyu dikarenakan sebagian ayat AlQur`an tidak dapat difahami dan diketahui
hukumnya jika tidak mengetahui sebab turunnyaayat tersebut, misalnya ayat
tentang kiblat, dari ayat tersebut difahami bahwa menghadap ke arah selain
kiblat ketika shalatdiperbolehkan. Ini adalah pemahaman yang salah, karena pada
dasarnya ayat ini turun bagiorang yang dalam perjalanan dan dia tidak tau mana
arah kiblat, maka diperbolehkan menghadap ke selain kiblat dalam hal ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
diatas penulis dapat menyimpulkan yaitu sebagai berikut:
1.
Bahwa Wahyu adalah “Pemberitahuan
Tuhan kepada nabi/rasul-Nya tentang hukum-hukum Tuhan, berita-berita dan
cerita-cerita dengan cara yang samar tetapi meyakinkan, bahwa apa yang
diterimanya benar-benar dari Tuhan. Pemberitahuan tersebut bersifat ghaib,
rahasia dan berlangsung sangat cepat.
2.
Tata cara penyampaian wahyu Allah SWT. kepada
para nabi itu pada hakekatnya melalui dua cara, yaitu: yang pertama secara
langsung, tidak melalui Malaikat Jibril dan yang kedua tidak secara langsung,
yaitu melalui perantara Malaikat Jibril.
3.
Wahyu adalah Al-qur’an dan Al-Qur’an adalah
sebagai wahyu Allah, tentu saja al-Qur’an mutlaq, bukan puitisasi penyair
(pujangga), bukan mantra-mantra tukang tenung, bukan bisikan syaithan yang
terkutuk; bahkan juga bukan sabda Nabi Muhammad SAW. pendeknya, al-Qur’an
adalah kalam Allah SWT, bukan perkataan selain Dia.
B.
Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karenanya penulis memohon maaf, karena penulis hanyalah mausia yanng penuh salah dan lupa. Kemudian Kritik dan saran sangat kami harapkan guna perbaikan dikemudian hari dan
semoga makalah ini bemanfaat bagi orang yang membacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Syakur Sf, M. ‘Ulumul al-Qur’an. Semarang : PKPI2-FAI
Universitas Wahid Hasyim, 2007.
Amin, Moh, dkk, Qur’an
Hadits II. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama islam, Universitas Terbuka, 1993.
Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad. ‘Ulumul Qur’an I. Bandung : CV Pustaka Setia, 2000.
Zuhdi,
Masfuk. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya : Bina Ilmu, 1993.
smm panel
BalasHapussmm panel
İs ilanlari blog
instagram takipçi satın al
Https://www.hirdavatciburada.com
www.beyazesyateknikservisi.com.tr
Servis
tiktok jeton hilesi
üsküdar toshiba klima servisi
BalasHapusbeykoz beko klima servisi
üsküdar beko klima servisi
pendik lg klima servisi
pendik alarko carrier klima servisi
tuzla toshiba klima servisi
tuzla beko klima servisi
çekmeköy lg klima servisi
tuzla samsung klima servisi