MAKALAH
“TAKHRIJUL
HADITS”
(Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Ulum al-Hadits)
Dosen:
Misbahudin. M.Th.I
Disusun
Oleh:
Muhammad
Latief
Siti
Barokah
PROGRAM
STUDI TAFSIR HADITS
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN
AMAI GORONTALO
2011
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT., yang telah menciptakan segala sesuatu lalu menyempurnakannya, yang kemudian
mengutus Rasul-Nya Muhammad SAW. Dengan membawa agama Islam ini, yang tujuan utamanya
adalah menyempurnakan dan menjelaskan dengan bahasa yang rasional, lalu
kemudian beliau yang mengubah peradaban dari peradaban yang jahiliyah menjadi
peradaban yang modern.
Shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. utusan dan manusia pilihan-Nya. Yang dengan
perjuangan beliaulah kita sebagai umatnya bisa menikmati dan merasakan
keindahan ilmu pengetahuan yang beliau ajarkan kepada kita semua selaku umatnya
yang selalu konsisten dan komitmen terhadap ajarannya.
Pembahasan
dalam makalah ini adalah menguraikan tentang bagaimana Metode-metode Penelitian
Hadits, salah satunya adalah Takhrijul Hadits Yang mana mereka mampu membuat sebuah hasil yang sangat gemilang
yang kemudian hasil kerja kerasnya dirasakan oleh kita semua.
Dalam
hal ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, kepada seluruh teman pada umumnya dan
pada khususnya kepada dosen mata kuliah Ulumul
al-Hadits. Penulis sangat menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan
yang ada dalam makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik dari semua pihak
sangat dibutuhkan untuk perbaikan dihari-hari selanjutnya.
Gorontalo,
21 Desember 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PE NGANTAR
...........................................................................................
i
DAFTAR ISI
..........................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................
1
A.
Latar
belakang
............................................................................................
1
B.
Rumusan
masalah
.......................................................................................
1
BAB II
PEMBAHASAN
..................................................................................................
2
A. Pengertian
Takhrij Hadits..........................................................................
2
B.
Metode Men-Takhrij Hadits.............................................................................. 3
C.
Faedah Men-takhrij
Hadits................................................................................ 9
BAB III PENUTUP
......................................................................................................... 11
A.
Kesimpulan
..........................................................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama
Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, dengan dua sumber hukum yang
harus ditaati oleh setiap pemeluknya, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung
mu’jizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., diriwayatkan secara mutawatir,
tertulis dalam mushaf dan membacanya bernilai ibadah, diawali dengan surat
Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Al-Hadist adalah segala sesuatu
yang berasal dari Nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan maupun
ketetapanya atau persetujuannya yang mana ada sangkut pautnya dengan hukum
syari’at Islam.[1] Mengingat
begitu pentingnya hadist sebagai sumber hukum Islam maka perlu adanya suatu
ilmu yang bisa menjelaskan hadist, baik mengenai tentang sanadnya, kualitasnya
maupun asal-usulnya. Karena hadits memiliki dua unsur yang secara integral
tidak dapat dipisahkan yakni sanad dan matan.[2]
Dalam
perkembangan keilmuanya kitab-kitab hadist yang menjadi sumber hukum Islam
kedua mengalami berbagai masalah terkait dengan sanad, kualitas (tingkatan),
maupun asal-usulnya. Dari sinilah muncul di antara para ulama yang mulai
membicarakan hal ini. Mereka mengutip dalam kitab-kitab dengan merujuk kepada
sumbernya, didalamnya juga menyebutkan tentang kualitas ke-shahih-annya.
Yang kemudian munculnya kitab-kitab takhrij.[3]
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas terkait dengan takhrij al-hadits, maka
penulis dapat merumuskan suatu masalah yaitu sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dari Takhrij al-Hadits?
2. Bagaimana
cara atau metode Mentakhrij Hadits?
3. Apa faedah Mentakhrij Hadits?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Takhrij Hadits
1. Pengertian
menurut Bahasa
Kata
“Takhrij”, dari kata “kharraja, yukharriju”, yang secara bahasa
mempunyai bermacam-macam arti. Menurut Mahmud ath-Thahhan, asal kata takhrij,
ialah:
اجتماع امرين متضا دين في شئ واحد
“Berkumpulnya dua hal yang
bertentangan dalam satu persoalan”.[4]
Dari
sudut pandangan kebahasaan ini, kata takhrij sering diartikan sebagai:
a) al-istinbat (mengeluarkan dari
sumbernya); b) al-tadrib (latihan);
c) al-tawjih (pengarahan); at-taufih (pengarahan, menjelaskan
duduk persoalan).[5] Dari
sini takhrij al-hadits dapat diartikan yaitu mengeluarkan hadits.
Menurut pengertian asal bahasanya, Ibnu manzur mengatakan bahwa takhrij ialah
kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah.[6]
2. Pengertian
secara Terminologi
Para
ulama Hadits dalam hal ini mengemukakan beberapa definisi, yaitu sebagai
berikut:
a. Takhrij
menurut ulama Hadits adalah sama dengan al-ikhraj, yaitu ibraz
al-hadits li an-nas bidzikri mahrajih (mengungkapkan atau mengeluarkan
Hadits kepada orang lain dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam
rangkaian sanadnya, sebagai yang mengeluarkan Hadits tersebut). Misalnya
dikatakan : Hadza Hadits akhrajahu al-Bukhari (Hadits ini dikeluarkan
oleh al-Bukhari). Arti takhrij menurut definisi ini banyak dipakai oleh
para ulama dalam mengutip atau menyebutkan suatu Hadits.[7]
b. Takhrij
menurut ulama Hadits yaitu mengungkapkan Hadits yang
telah dikemukakan oleh para guru Hadits atau berbagai kitab yang disusun
berdasarkan riwayat sendiri, para gurunya atau orang lain, dengan menerangkan
periwayatnya dari para penyusun kitabnya dijadikan sumber pengambilannya.[8]
c. Menunjukan
asal usul Hadits dan mengemukakan sumbernya dan berbagai kitab Hadits yang
disusun oleh para mukharrijnya langsung yakni para periwayat yang juga
sebagai penghimpun bagi Hadits yang mereka riwayatkan.[9]
d. Takhrij
menurut ulama Hadits yang lain yaitu menunjukan asal
beberapa Hadits pada kitab-kitab yang ada (kitab induk Hadits) dengan
menerangkan hukum atau kualitasnya.[10]
Definisi ini dilakukan oleh penyusunnya atau orang lain ingin menyebutkan
sumber pengambalin suatu Hadits, seperti diberbagai buku Hadits atau syarahnya.
e. Menunjukan
letak asal Hadits pada sumbernya, yakni berbagai kitab, yang didalamnya
dikemukakan Hadits itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian
guna kepentingan penelitian maka dijelaskan kualitas Hadits yang bersangkutan.[11]
Tampaknya
pengertian Takhri al-Hadits yang relevan untuk kegiatan penelitian
Hadits lebih lanjut adalah pengertian Hadits lebih lanjut adalah pengertian
yang disebutkan terakhir (pada butir e). Bertolak dari pengertian itu, maka
yang dimaksud dengan takhrij al-hadits dalam makalah ini adalah
penelusuran atau pencarian Hadits pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari
Hadits, yang didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanad Hadits yang
bersangkutan.
D. Metode
Mentakhrij Hadits
Sebelum
seseorang melakukan takhrij suatu Hadits, terlebih dahulu ia harus
mengetahui metode atau langkah-langkah dalam takhrij sehingga akan
mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak ada hambatan. Pertama yang dimaklumi
adalah bahwa teknik pembukuan buku-buku Hadits yang telah dilakukan oleh para
ulama dahulu memang beragam dan banyak sekali macam-macamnya. Diantaranya ada
yang secara tematik, pengelompokan Hadits berdasarkan pada tema-tema tertentu
seperti kitab Al-Jami’ Ash-Shahih al-Bukhari dan Sunan Abu Dawud. Diantaranya
lagi ada yang didasarkan pada nama perawi yang paling atas yakni para sahabat,
seperti kitab musnad Ahmad bin Hambal. Buku lain lagi didasarkan pada
huruf permulaan matan Hadits diurutkan sesuai dengan alpabet Arab seperti kitab
Al-Jami’ Ash-Shaghir karya As-Suyuthi dan lain-lain. Semua itu dilakukan
oelh para ulama dalam rangka memudahkan umat islam untuk mengkajinya sesuai
dengan kondisi yang ada.[12]
Karena
banyaknya teknik dalam mengkodifikasikan buku Hadits, maka sangat diperlukan
beberapa metode takhrij, yang sesuai dengan teknik buku Hadits yang
ingin diteliti. Paling tidak ada 5 metode takhrij dalam arti penelusuran
Hadits dari sumber buku Hadits yaitu sebagai berikut.[13]
a. Takhrij
dengan kata (bi al-lafzhi)
Metode
takhrij pertama ini penelusuran hadits melalui kata/lafal matan Hadits
baik dari perlmulaan, pertengahan, atau akhiran. Kamus yang diperlukan metode takhrij
adalah salah satunya yang paling mudah adalah kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras
li Al-fazh Al-hadits An-Nabawi yang disusun oleh A.J. Wensinck dan
kawan-kawannya sebanyak 8 jilid.
Maksud
takhrij dangan kata adalah takhrij dengan kata benda (kalimah
isim) atau kata kerja (kalimah fi’il) bukan kata sambung (kalimah huruf). Dalam bahasa Arab yang mempunyai asal akar kata 3 huruf. Kata itu
diambil dari salah satu bagian dari teks Hadits yang mana saja selain kata
sambung/kalimah huruf, kemudian dicari akar kata asal dalam bahasa Arab yang
hanya 3 huruf yang disebut dengan fi’il
tsulatsi. Jika kata dalam teks
Hadits yang dicari kata : مسلم
misalnya, maka harus dicari asal akar katanya yaitu dari kata سلم setelah itu baru membuka kamus bab س bukan bab م. Demikian juga jika kata yang dicari itu kata يلتمس maka
akar katanya adalah : لمس kamus yang dibuka adalah pada bab ل bukab bab ي
dan begitu seterusnya.[14]
Kamus yang digunakan untuk mencari Hadits adalah kamus
Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-fazh Al-hadits An-Nabawi yang disusun oleh
A.J. Wensinck dan kawan-kawannya sebanyak 8 jilid. Beliau adalah seorang Profesor bahasa-bahasa semit
termasuk bahasa Arab di Leiden Belanda. Timnya telah berhasil menyusun urutan
dengan baik berkat kerja sama dengan Muhammad Fuad Abdul Baqi.[15]
Untuk kegiatan takhrij dalam arti kegiatan penulusuran Hadits dapat
diketahui melalui periwayatan dalam kitab-kitab yang ditunjuknya. Lafal-lafal
Hadits yang dimuat dalam kitab Al-Mu’jam ini bereferensi pada kitab
induk Hadits sebanyak 9 kitab yaitu sebagai berikut :
a.
Shahih
Al-Bukhari dengan diberi
lambing: خ
b.
Shahih
Muslim dengan diberi lambang: م
c.
Sunan Abu
Dawud dengan lambang: د
d.
Sunan At-tirmidzi dengan
lambang: ت
e.
Sunan
An-Nasa’i dengan lambang: ن
f.
Sunan Ibnu Majjah
dengan lambang: جه
g.
sunan Ad-Darimi dengan
lambang: دي
h.
Al-Muwattha Malik dengan
lambang: ط
i.
Musnad Ahmad dengan
lambang: حم
Contoh
Hadits yang ingin di-takhrij adalah:
لَاتًدْحُلُوْنَ
الْجَنَّةَحَتَّى تُؤْمِنُوْاوَلَاتُؤْمِنُوْاحَتَّى تَحَابُّوْا
Pada
penggalan teks diatas dapat ditelusuri melalui kata-kata yang digaris bawahi.
Andaikata dari kata تحابوا dapat dilihat bab ح dalam kitab Al-Mu’jam
karena kata itu berasal dari kata حبّب. Setelah
ditelusuri kata tersebut dapat ditemukan di Al-Mu’jam juz 1 hlm. 408
dengan bunyi :
م ايمان 93, د ادب 131, ت صفة القيامة 54,
Maksud
ungkapan di atas adalah:
a.
93 ايمان
م = Shahih Muslim kitab iman nomor urut hadits 93.
b.
131 د
ادب =
Sunan Abu Dawud kitab Al-Adab nomor urut bab 131.
c.
54
ت صفة القيامة = Sunan At-Tirmidzi kitab
sifat al-qiyamah nomor urut bab 54 dan kitab istidzan nomor urut
bab I.
Pengertian
nomor-nomor dalam Al-Mu’jam secara ringkas dapat dikemukakan sebagai
berikut :
a. Semua
angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada Shahih Al-Bukhari, Sunan Abu
Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, dan Sunan
Ad-Darimi menunjukan angka bab bukan angka Hadits.
b. Semua
angka sesudah nama-nama kitab atau bab Shahih Muslim dan Muwattha Malik menunjukan
angka urut Hadits bukan angka bab.
c. Dua
angka yang ada pada kitab Musnan Ahmad angka lebih besar menunjukkan
halaman.
b. Takhrij
dengan tema (bi al-mawdhu’i)
Arti
takhrij kedua ini adalah penelusuran Hadits yang didasarkan pada topik,
misalnya bab Al-kalam, Al-khadim, Al-Ghusl, Ad-Dhahiyah, dan lain-lain.
Seorang peneliti hendaknya sudah
mengetahui topik suatu Hadits
kemudian ditelusuri melalui kamus Hadits tematik. Salah satu kamus Hadits
tematik adalah Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi,
terjemahan dari aslinya bahasa inggris A Handbook of Early Muhammadan karya
A.J. Wensinck pula.[16]
Dalam kamus Hadits ini dikemukakan berbagai topik berkenaan dengan
petunjuk–petunjuk Rasulullah maupun berkaitan dengan nama. Untuk setiap topik
biasanya disertakan subtopik dan untuk setiap subtopik dikemukakan data Hadits
dan kitab yang menjelaskannya.
Kitab-kitab
yang menjadi referensi kamus Miftah tersebut sebanyak 14 kitab lebih
banyak dari pada Takhrij bi Lafdzi diatas yaitu 8 kitab sebagaimana
diatas ditambah 6 kitab lain. Masing-masing diberi singkatan yang spesifik
yaitu sebagai berikut:
a. Shahih
Al-bukhari dengan diberi lambang: بخ
b. Shahih
Muslim dengandiberi nama: مس
c. Sunan
abu Dawud dengan diberi lambang:بد
d. Sunan
At-Tirmidzi dengan diberi lambang: تر
e. Sunan
An-Nasa’i dengan diberi lambang:نس
f. Sunan Ibnu Majah dengan
diberi lambang:مج
g. Sunan
Ad-Darimi dengan diberi lambang:مي
h. Muwattha
Malik dengan diberi lambang:ما
i.
Musnad Ahmad dengan
lambang:حم
j.
Musnad Abu Dawud
Ath-Thayalisi dengan diberi lambang:ط
k. Musnad
Zaid bin Ali: ز
l.
Sirah Ibnu Hisyam:هش
m. Maghazi
Al-Waqidi:قد
n. Thabaqat
Ibnu Sadim:عد
Kemudian
arti singkatan-singkatan lain dipakai dalam kamus ini adalah sebagai
berikut:
a. Kitab :ك
b. Hadits :ح
c. Jus : ج
d. Bandingkan
(Qabil):قا
e. Bab :ب
f. Shahifah
:ص
g. Bagian
(qismun):ق
Misalnya ketika ingin men-takhrij Hadits
yaitu:
صلاة اليل مثنى
مثى
Hadits
tersebut temanya shalat malam. Dalam kamus Miftah dicari pada bab Al-Layl
tentang shalat malam yaitu d halaman 403. Disana dicantumkan yaitu sebagai
berikut:[17]
a.
بخ-ك 8 ب 84, ك 145 ب1
,ك 19 ب 10
b.
مس-ك6
ح 145-148
c.
بد-ك5ب
26
d.
تر-
ك 2 ب 204
e.
مج
– ك 2 ب 172
f.
مي
– ك 2 ب 155 و 21
g.
ما – ك 7 ح و 13h
h.
حم – ثان ص 5 و 9 و 10
Diantara
kelebihan metode ini, peneliti mengetahui makna Hadits saja tidak diperlukan
harus menguasai asal-usul akar kata dan tidak perlu juga mengetahui sahabat
yang meriwayatkan. Disamping itu peneliti terlatih berkemampuan menyingkap
makna kandungan Hadits. Sedang diantara kesulitannya adalah terkadang peneliti
tidak memahami isi kandungan Hadits atau kemungkinan Hadits memiliki topik
berganda.[18]
3. Takhrij
dengan permulaan matan
Takhrij
dengan menggunakan permulaan matan dari segi
hurufnya, misalnya awal suatu matan dimulai dengan huruf mim maka bab
yang dicari adalah pada bab mim, ketika diawali dengan huruf ba maka
yang dicari bab ba dan seterusnya.
Takhrij
seperti ini di antaranya dengan menggunakan kitab Al-Jami’
Ash-Shaghir atau Al-Jami’ Al-Kabir kitab
ini adalah karangan ulama tafsir yaitu Imam Jalaludin Abdurrahman
As-Suyuthi yang wafat pada tahun 91 H.[19]
Dan Al-Mu’jam Jami’ Al-Ushul fi Ahadits Ar-Rasul, karya Ibnu Katsir.[20]
Misalnya
ketika kita ingin mencari hadits populer di tengah-tengah santri dan mahasiswa:
طلب العلم فريضة على كل
مسلم
Kita buka kitab Al-Jami bab ط kita temukan pada
juz 2 hlm. 54 ada 4 tempat periwayatan disebutkan yaitu sebagai berikut:
طلب العلم فريضة على كل مسلم (عد هب)عن انس (طص خط)عن الحسين بن علي (طس) عن ابن عباس, تمان عن
ابن عمر (طب) عن ابن مسعود (خط) عن علي (طس هب) عن ابى سعيد(صح)
Keterangan lambang-lambang diatas
adalah :
a. عد
هب
: Ibnu Adi dalam kitab Al-Kamil.
b. طص
خط
: Ath-Thabrani dalam kitabnya, Ash-Shaghir,
خط : Al-Katib;
c. طس :
Ath-Thabrani dalam kitabnya Al-Uwsath,
d. طب :
Ath-Thabrani dalam kitab Al-Kabir,
e. صح :
Hadits Shahih.
Dari hasil Takhrij diatas ditemukan bahwa seluruh Hadits hanya
menyebutkan sampai مسلم tidak ada yang menyebutkan مسلمة akan tetapi yang beredar selalu
menyebutkan seperti itu, mungkin ada rujukan asal dalam kitab Hadits yang dapat
dipedomani.[21]
4.
Takhrij melalui sanad pertama.
Takhrij ini
menelusuri Hadits melalui sanad yang pertama atau yang paling atas yakni para
sahabat atau tabi’in. berart peneliti harus mengetahui terlebih dahulu siapa
sanadnya dikalangan sahabat atau tabi’in. dan dicari dalam kitab-kitab Musnad,
seperti Musnad Ahmad bin Hambal, dan sebagainya.
Kemudian bagaimana cara men-takhrij sebuah hadits dengan
menggunakan metode ini?, berikut contoh Hadits dalam Musnad Ahmad:
عن
انس بن مالك قال امر بلال ان يشفع الاذان ويترالاقامة
Sahabat perawi sudah diketahui yaitu Anas bin Malik, terlebih dahulu
Anas bin Malik itu dilihat dalam daftar isi sahabat dalam kitab Musnad, maka
didapati adanya sahabat Anas pada juz 3 h. 98. Bukalah kitab dan halaman
tersebut didalam kitab Musnad Anas, dicari satu persatu hadits yang ingin
dicari sampai ditemukan, maka ditemukan pada hlm. 103. Dari pentakhrijan ini
dapat dikatakan : Hadits itu ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya Juz 3, h. 103. [22]
5.
Takhrij dengan sifat.
Telah banyak disebutkan sebagaimana pembahasan diatas tentang metode takhrij.
Seorang dapat memilih metode mana
yang tepat untuk ditentukan sesuai dengan kondisi orang tersebut. Jika suatu
Hadits sudah diketahui sifatnya, apakah dia maudu’, shahih, hasan, dha’if,
qudsi, mursal, dan lain-lain sebaiknya di-takhrij dengan melalui
kitab-kitab yang telah menghimpun sifat-sifat tersebut.
Misalnya Hadits Maudhu’ akan lebih mudah di-takhrij dengan
melalui kitab-kitab himpunan Hadits Maudhu’ seperti Al-Mawdhu’at karya
Ibnu Al-Jauzi, dan sebagainya.[23]
E. Faedah Men-takhrij al-Hadits
Faedah dari pada men-takhrij adalah sebagai
berikut:
1.
Dapat diketahui kuat
atau tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat. Sebaliknya tampa
dukungan periwayatanyang lain, kekuatan periwayatannya tidak bertambah.[24]
2.
Mengetahui referensi
beberapa buku Hadits. Dengan takhrij seseorang dapat mengetahui siapa
perawi suatu Hadits yang diteliti dan di dalam kitab hadits apa saja Hadits
tersebut didapatkan.[25]
3.
Dapat ditemukan status
Hadits Shahih atau hasan, dan juga akan diketahui istilah Hadits mutawatir,
masyhur, aziz, dan gharib-nya.[26]
4.
Menguatkan keyakinan
bahwa suatu Hadits adalah benar-benar berasal dari Rasulullah yang harus
diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran Hadits tersebut,
baik dari segi sanad maupun matan.[27]
5.
Memberikan kemudahan
bagi orang yang mengamalkan setelah mengetahui bahwa Hadits tersebut adalah makbul
(dapat diterima). Sebaliknya, orang juga tidak akan mengamalkan apabila
diketahui bahwa Hadits tersebut mardudu (ditolak).[28]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian diatas terkait dengan materi Takhri al-Hadits, maka penulis dapat
menyimpulkan yaitu sebagai berikut.
Pertama,
Kata takhrij memiliki beberapa arti, yaitu
pertama, berarti al-istinbath (mengeluarkan dari sumbernya). Kedua
berarti at-tadrib (latihan ) ketiga berarti at-taujih (pengarahan,
menjelaskan duduk persoalan). Sedangkan menurut istilah Takhrij sama
dengan Al-ikhraj yaitu Ibraz Al-Hadits li an-nas
bidzikri mahrajih (mengungkapkan atau mengeluarkan Hadits kepada orang lain
dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai
yang mengeluarkan hadits).
Kedua,
Dalam men-Takhrij Hadits dapat dilakukan
dengan lima cara atau jalan untuk mentakhrij hadis, yaitu diantaranya: Melalui
pengenalan nama sahabat perawi hadis, melalui pengenalan awal lafaz, melalui
pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar atau dikenal dalam pembicaraan,
melalui pengenalan topik yang terkandung dalam matan hadis dan melalui
pengamatan tertentu terhadap apa yang terdapat dalam suatu hadis, baik matan
atau sanadnya.
Ketiga,yaitu
manfaat dari Takhrijul Hadist antara lain memberikan
informasi bahwa suatu Hadist termasuk hadist sahih, hasan,
ataupun da’if, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun
sanadnya, memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu
bahwa suatu Hadist adalah hadist makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya
tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu Hadist adalah mardud
(tertolak).
Dari
uraian ini juga penulis memberikan tambahan terkait dengan manfaat Takhrij
yang juga sangat relevan yaitu ketika melakukan Takhrij al-Hadits adalah
untuk mengetahui bagaimana para Imam Hadits sangat ketat ketika menilai suatu
kualitas Hadits, dan para Imam Hadits juga sangat berhati-hati ketika mengambil
suatu Hadits untuk dijadikan pedoman.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Bani,
Muhammad Nashiruddin. Takhrij Kitab Sunnah. Cet. I; Melayu: Najla Press,
2003.
Al-khatib, Muhammad ‘Ajaj. Ushul Hadits; Pokok-Pokok
Ilmu Hadits. Cet. I: Jakarta, PT. Gaya Media Pratama, 1998.
Amin
, Muhammadiyah. Menembus Lailatul Qadr; Perdebatan Interpretasi Hadits
Tekstual dan Kontektual. Cet. I; Makassar: Melania Press, 2004.
. Ilmu Hadits. Cet. I; Gorontalo: Sultan Amai Press, 2008.
Chumaidy,
Ahmad Zarkasyi. Takhrij al-Hadits ; Mengkaji dan Meneliti hadits. Bandung:
IAIN Sunan Gunung Djati, 1990.
Ismail ,
Muhammad
Syuhudi.
Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Cet. II;
Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Khon, Abdul Majid. Ulumul
Hadits. Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010.
Mudatsir. Ilmu Hadits. Bandung:
CV. Pustaka Setia, 1999.
Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadits. Cet. I; Jakarta: CV. Gaya Media Utama,
1996.
Rahman, Fazlur, dkk. Wacana Studi Hadits
Kontemporer. Cet. I; Yogyakarta:PT. Tiara Wacana, 2002.
Solahuddin,
M. Agus., dan Agus Suyadi. Ulumul Hadits. Cet. I; Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2009.
Tasbih.
Ilmu Hadits; Dasar-dasar Kajian Kontekstual Hadits Nabi SAW. Cet. I;
Gorontalo: Sultan Amai Press, 2009.
[1] Dr. H. Abdul Majid Khon,
M.Ag., Ulumul Hadits, (Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010), h. 2.
[3] Dr. Utang Ranuwijaya,
M.A., Ilmu Hadits, (Cet. I; Jakarta: CV. Gaya Media Utama, 1996), h.
111.
[4] Mahmud ath-Thahan, Ushul
at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid., dikutib oleh Dr. Utang Ranuwijaya, M.A., op.
cit., h. 111.
[5] Ibid., h. 112.
[6] Prof. Dr. Muhammadiyah
Amin, M.A., Menembus Lailatul Qadr; Perdebatan Interpretasi Hadits Tekstual
dan Kontektual, (Cet. I; Makassar: Melania Press, 2004), h. 36.
[7] Dr. Utang Ranuwijaya,
M.A., loc. cit.
[8] Prof. Dr. Muhammadiyah
Amin, M.A., loc. cit.
[9] Ibid.
[11] Prof. Dr. Muhammadiyah
Amin, M.A., loc. cit.
[12] Dr. H. Abdul Majid Khon,
M.Ag., op. cit., h. 119.
[13] Ibid.
[15] Prof. Dr.
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Cet. II; Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), h. 49-50.
[16] Dr. H. Abdul Majid Khon,
M.Ag., op. cit., h. 122.
[17] Ibid., h.
122-123.
[18] Abdul Muhdi, Thuruq
Takhrij Hadits Rasulullah, yang dikustib oleh Dr. H. Abdul Majid Khon,
M.Ag., Ibid.
[19] Drs. M. Agus Solahuddin,
M.Ag., dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag, Ulumul Hadits, (Cet. 1; Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2009), h. 195.
[20]Dr. H. Abdul Majid Khon,
M.Ag., op. cit., h. 118.
[22] Ibid., h.126.
[23] Ibid., h. 127.
[24] Drs. M. Agus Solahuddin,
M.Ag., dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag, op. cit., h. 192.
[25] Dr. H. Abdul Majid Khon,
M.Ag., op. cit., h. 118.
[26] Ahmad Zarkasyi Chumaidy,
Takhrij al-Hadits ; Mengkaji dan Meneliti hadits, (Bandung: IAIN Sunan
Gunung Djati, 1990), h. 7.
[27] Drs. M. Agus Solahuddin,
M.Ag., dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag., op. cit., h. 192.
[28] Ibid.
Terima kasih makalahnya Bro! mohon izin utk di shared
BalasHapus